0 Nih Dia Penyebab Kita Merasa Senang



Perasaan senang, dimana letaknya, dan apa yang membuat kita merasa demikian?

Michael dalam program BBC Knowledge berjudul "Pleasure & Pain" menjelaskan, perasaan senang ada dalam pipi. Loh kok pipi? Bukankah kita senang karena suka dan terpukau dengan sesuatu yang kita rasakan dan lihat.

Ternyata, di dalam pipi kita terdapat otot Zigomatik besar dan ketika kita tersenyum atau merasa senang dengan sesuatu. Saat kedua pipi kita tersenyum sehingga berbentuk seperti bakpao, entah itu tertawa lebar atau cuma tersenyum biasa, otot Zigomatik tergerak sehingga memacu perasaan senang menuju otak.

Michael mengujinya dengan cara, saat berbicara dengan seseorang, sebelumnya orang tersebut diberi pensil untuk digigit, diletakkan di di tengah-tengah mulut. Dan, ketika diajak tertawa atau diberi kalimat atau peristiwa lucu, mereka memang tertawa dan tidak bisa 'lepas' karena ada pensil. Dan, ketika pensil tersebut dilepas dan ditanya, bagaimana perasaan mereka? Mereka bisa tertawa tapi anehnya, tidak seperti biasa karena absennya perasaan senang.

Hal tersebut dikarenakan, saat mengigit pensil, pipi mereka hanya sedikit saja bergerak tidak seperti saat sebelum pensil berada dalam mulut.

Lantas, apa saja yang membuat mereka senang?

Michael menguji kesejumlah orang yang ditemuinya, untuk memberi mereka kuisoner. Hal apa yang membuat mereka senang.

Usai acara ditunjukkan hasilnya, sebagian dari mereka menjawab, kebutuhan dasar manusia seperti makan minum tidur, sex dan jawaban paling tinggi adalah family (keluarga), teman, pacar dsb.

So...anda ingin merasa senang? Gampang, sering-sering saja tersenyum dan tertawa, tapi jangan sendirian loh.


[Read More...]


1 Suporter Kita Teraniaya (Lagi)



suporter bola Indonesia
Masih dari Malaysia dalam suasana AFF Suzuki Cup 2012, dapat foto berikut dari Facebook. Bagaimana perasaan kita setelah melihat foto ini? 

Suporter ditendang, bendera merah putih kita dirampas (macam tindakan penjajah saja, semua negara punya kedaulatan bung !!!) pihak kepolisian di sana hanya diam saja (as usual). 

Dan, apakah kita membalasnya? Beranikah mereka mewujudkan laga berikut ini?

Persebaya Vs Perak FA (Malaysia)
Sabtu, 15 Desember 2012
Jam 19:30WIB
@ Gelora Bung Tomo Surabaya


Semuanya mengingatkan saya tentang cerita seorang backpacker saat berada di wilayah salah satu terminal bis yang ada di Malaysia. Usai buang air kecil di toilet, si backpacker berkata pada penjaga, kurang lebihnya seperti ini,"Bang, toiletnya bau pesing tuh,". Si penjaga malah ngeselin dengan menjawab,"Ya, itu karena orang Indo". 

Sebagai bangsa berbudaya, hendaknya kita tidak ikut terbawa suasana, tunjukkan Nusantara lebih besar dari itu...

[Read More...]


0 TKI, Suporter Tiada Batas



suporter indonesia
tribunnews.com
Sudah lama, saya ingin menulis tentang mereka. Saya tidak bisa memberi apa-apa kepada mereka, selain doa, two thumbs up dan THANK YOU, Matur Nuwun, Seklangkong, Nuhun Matursuksma dsb kepada TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Tiap pertandingan bola, mereka selalu ada, kadang mereka juga gabung dengan pelajar Indonesia atau pekerja profesional, tempat dimana pertandingan diadakan. Kadang, hati ini merasa trenyuh, iri, dengan kehadiran mereka, begitu lantang bersuara, berani, membawa merah putih di tiap stadion tempat Timnas bertanding, di sana mereka tetap bekerja, begitu dengar Timnas bertanding, mereka selalu menyempatkan diri. Meski, ada berita pemukulan beberapa hari lalu oleh suporter Malaysia, pendukung Indonesia, bukannya surut, malah tiket yang disediakan KBRI ludes terjual. Bukit Jalil tetap ADA merah putih.

Suporter Indonesia MILITAN !!! Sama persis dengan darah pejuang dahulu, gerilya dan selalu ada dimana-mana. Seharusnya, ada penghargaan tersendiri buat mereka, paling tidak, biarkan mereka senang dengan keberhasilan Timnas (kapanpun itu) dengan mememenangi sebuah kejuaraan. Meski kalah dengan Malaysia dan gagal menuju semifinal dalam laga AFF Suzuki Cup 2012, saya yakin TKI akan terus selalu mendukung Timnas.

Tidak ada namanya beda kostum, oranye, hijau, biru, merah, kuning atau apalah warna seragam yang dibela mati-matian (sampai ada yang mati beneran karena fanatis buta ini) oleh suporter klub di Tanah Air. Mereka selalu datang dengan kaos merah putih, mereka selalu ada, dimana Timnas bertanding. Mereka tidak mengenal batas negara, mereka tidak mengenal perbedaan klub. Mereka bekerja di negeri orang namun masih cinta dengan Timnas Garuda dan mengenyahkan politik sepak bola di Tanah Air. TKI, aku tidak mengenalmu namun loyalitasmu aku kenali sebagai Warga Negara Indonesia, sebagai pemuda, sebagai suporter Tiada Batasssss....!!!






[Read More...]


0 Indonesia Ala Spartan 300



kabar24.com - solopos.com
Laga Malaysia versus Indonesia, Sabtu (1/12), bikin deg deg ser, walau akhirnya Timnas Garuda harus mengakui keunggulan materi Timnas Malaysia. Babak pertama ketinggalan 0-2, memang sempat bikin keki, mau ngebalas gol, wong saya di rumah. Mau nendang bola, takut kaki ini nyampluk televisi, akhirnya harus puas, melihat bagaimana suporter muda Malaysia berteriak kegirangan lolos menuju semifinal bersama Singapura yang awalnya sempat tertinggal 2-0 dari Laos, akhirnya kok bisa mencetak gol sampai 4, apa sama-sama wait n see ya, mengingat pertandingan berlangsung di hari dan jam yang sama.

Kalau sekedar ngomong, materi Timnas sekarang ini, bisa dibilang enggak sepadan dengan materi pemain lawan lainnya. Tapi, bagaimanapun pendapat yang beredar di luar, tepatnya di Tanah Air, bisa bermain membela Indonesia, sebuah kebanggaan tersendiri. Kalah menang, merupakan nilai sebuah pertandingan, tapi hakikat yang terkandung di dalam, selain proses regenerasi yang terus berjalan. Saya kok merasa, tiap pertandingan Indonesia dengan negara manapun, ibarat cuplikan film 300 Spartans.

300 pejuang berbadan tegap tengah berjuang melawan tirani Persia, sedangkan di rumah sendiri, perwakilan rakyat (senat) menyibukkan diri, adu argumen tentang perlu tidaknya memberi bantuan pada Leonidas dkk. Sebenarnya, gampang saja, yang sedang dekat di Malaysia, langsung datang kesana, yang punya televisi tinggal pencet channel yang menyiarkan, kalau perlu di gang tiap kampung ada spanduk dukungan sehingga tersirat ada dukungan totalitas 100 persen. Tapi, apa mau dikata, masyarakat perbatasan di kawasan Kepri, saja enggan menonton, di facebook ramai mencaci maki soal kualitas pemain yang dipilih sampai menyoroti konflik internal PSSI.

Dari jaman Fachri Husaini, sampai sekarang Andik, tetap saja ada suara sumbang terhadap Timnas, kenapa enggak bisa 100 persen tanpa harus mereka merasa bertanding 'sendiri', sampai-sampai Andik harus berkata, gol saat laga melawan Singapura untuk pembenci Timnas, sebuah dilema. By the way, good game Malaysia, Congrats for Timnas Garuda - Indonesia Masih Ada Nusantara Tetap Di Dada -
[Read More...]


0 Gara-Gara Bola Mereka Begini...



Baru dapat post di facebook teman, saya kira isinya FP (Fans Page) menjelekkan Indonesia, itu mah saya anggap angin lalu, wong orangnya saja enggak keliatan. Coba kalau bisa tatap muka, lain lagi ceritanya.

Nah, ketemu yang satu ini, bisa dibaca sendiri kalimatnya satu persatu, kurang lebihnya, Jika Timnas bisa menang lawan Singapura, nama akun FB "Eja Takim Madriditas" akan berenang dari Sabah sampai Merauke. Selain itu bilang tim Garuda abal-abal, mana bisa menang. Eh, malah membanggakan kecepatan striker Timnas Singapura dan meramal Timnas Garuda gak bakal bisa menang, dan buktinya? Andik dkk bisa melakukannya.

Penasaran, anak mana kok bilang gitu, ketemu, eh kok kuliahnya di Untag Surabaya tapi di sana juga ditulis asal Ende, ikut pergerakan mahasiswa pula. Saya rasa, kurang pantas mengucap seperti itu, jika memang benar dia yang menulisnya. Kita sama-sama orang Indonesia bung !!!

Kenapa sampai saya tulis di blog ini? Miris, andai yang nulis bukan orang Indonesia yang tinggal di bumi Nusantara, enggak masalah, tapi kalau sampai si empunya, pemilik FB sendiri yang bilang? Miris, miris dan sekali lagi miris. Tidak hanya satu, dua yang benci Timnas Garuda, banyak saya lihat di Facebook, tapi kesamaan mereka apa? Suka klub sepakbola dari luar seperti si Eja Takim ini suka Real Madrid.

Saya jadi ingat waktu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, sesudah lama vakum dari Sastra Unair. Sejumlah teman satu kelas ada yang dari Timor Leste, waktu ada pertandingan sepak bola Timnas, ikutan kok nimbrung, nonton bareng di warkop dekat kampus, tidak sampai gontok-gontokan.

Gara-gara sepakbola jadi menjelekkan sesama pemuda Indonesia, Andik, Bambang semua pemain Timnas adalah orang Indonesia. Bagaimana mereka bisa sampai masuk Timnas, tentu punya cerita dan perjuangan masing-masing.

Saya pernah meliput Andik Vermansyah, setelah dia diberi kaos oleh Beckham, waktu itu bareng fotografer harian Surya dan kita harus menunggu karena Andik masih keluar dengan pacar serta kawan-kawan sekolah makan bakso. Kita ditemui oleh kedua orang tuanya di rumah yang baru dibeli seharga Rp 250 jutaan, itupun sebelumnya harus pindah-pindah kontrakan.

Saya masih ingat, dulu sempat bertanya, dulu Ibu mengijinkan Andik serius main sepak bola? Si Ibu menjawab (saya lupa nama Ibunya he he he),"Ya enggak mas, saya ingin dia sekolah, seperti teman sebayanya,".

Kalau Andik jadi seperti sekarang ini, perasaan Ibu bagaimana? "Ya, alhamdulillah mas, ingat-ingat dulu saya dan bapaknya enggak suka Andik main sepak bola, tapi kalau nasib berkata lain, ya dijalani saja mas," ujarnya.

Dengan jujur, Ibu Andik bilang jika, sepak bola tidak ada masa depannya, tapi, nasib Andik berkata lain, secara finansial sekarang Andik menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan Andik ingin meneruskan kuliah, dimana Universitas tersebut mau menerimanya dengan kompensasi bisa ditinggal jika ada kompetisi, serta membuka usaha sendiri.

Andai dan andai, pembenci Timnas Garuda bisa melihat lebih dekat, sisi humanis yang berkembang di dalam sebuah permainan sepak bola, mungkin bisa tidak ceroboh dalam berkata-kata. Tapi, namanya manusia. Janganlah, gara-gara sepakbola jadi menjelekkan sesama. Jadi ingat dulu masih SMA, kalah pertandingan, akhirnya tawuran, sampai-sampai Intel sering nyanggong di depan sekolah.

Gara-gara lihat postingan Facebook seperti ini, jadi ingat cerita almarhumah Bapak dulu. Saat masih jaman perjuangan, pemuda di Malang, karena bapak saya asli Malang, jika ketemu sesama pemuda, apalagi malam hari dan jalan-jalan masuk desa tetangga atau lebih jauh. Biar tahu kalau Arek Malang, maka akan mengatakan sebuah kode mirip merk rokok yakni KANSAS, artinya Kami Anak Negeri Setuju Akan Sukarno, jika sesama pejuang akan membalas dengan SASNAK, lupa saya artinya atau memang dibalik karena Kera Ngalam sukanya membalik kata-kata.

Lah coba, kalau si Eja Takim, hidup dalam kondisi seperti itu, ketemu sesama pemuda harus memberi kode, biar tahu teman atau tidak. Coba kalau yang disapa sedang pakai baju timnas? Hadeuh, ribet mbayanginnya.

Selain itu, saya lahir di Surabaya, masa kecil sering tinggal di rumah almarhum kakek di Jurang Miring depan koperasi NDau (kalau enggak salah) searah Sengkaling. Sekarang tinggal di Sidoarjo dapat istri orang Lamongan. Coba dikaitkan dengan peta suporter sepak bola Tanah Air sekarang ini.

Saya akrab dengan atribut Arema atau Bonek Persebaya sampai masa kuliah, lah sekarang pulang ke rumah Lamongan jadi sering lihat Arela berbaris menuju stadion.  Tinggal di kandang Deltras Sidoarjo.

Begitu dulu pernah ramai bentrok suporter LA Mania dengan Bonek, sampai ada korban jiwa. Sampai-sampai jelang hari pernikahan banyak sweeping plat L di jalanan kota Lamongan. Dan, banyak teman menyarankan hati-hati waktu naik motor ke Lamongan. Dalam hati, sampai ngomong, lah apa hubungannya dengan saya, tapi alhamdulillah, rombongan teman-teman dari Surabaya yang hadir ke pernikahan saya naik motor, lancar-lancar saja. Gara-gara sepak bola mereka begini, biarlah anak-anak saya nanti memilih tim favorit mereka tanpa ada benci di dalam dada, apapun cabang olahraganya.

- Indonesia Masih Ada Nusantara Tetap di Dada -



[Read More...]


0 Ngundhuh Wohing Pakarti



Pada suatu hari di padhepokan Grastina ada acara saresehan yang dihadiri oleh Sang Resi Gutomo, istri yang setia Dewi Indradi dan ketiga anaknya yakni Dewi Anjani, Raden Guarso serta Raden Guarsi.

Resi Gutomo dikenal sebagai seorang Resi yang Sidik Wasana (berpandangan luas, bijaksana dan mengerti olah batin). Dia menjadi panutan hidup para cantriknya, apa yang diucapkan dan dilakukan selalu benar karena Resi Gutomo gentur tapanya. Dia mengajari anak-anaknya kelak menjadi orang yang berguna, demikian juga Resi Gutomo mendidik istrinya untuk selalu setia kepada keluarga, suami dan anak-anaknya.

Dewi Indradi, walau usia sudah tidak muda lagi tetapi masih cantik karena terbiasa Ngadi Salira dan Ngadi Busana ( menjaga kecantikan serta tampilan, busana, pakaian) sehingga sang Resi semakin sayang.

Pada suatu ketika Padhepokan Grastina kesaput mendhung, bukan karena akan hujan tetapi sang Resi merasakan perbedaan suasana di padhepokan sehingga dia hangrasuk busana kapandhitan manjing jroning sanggar pamelengan meminta nugrahaning jawata supaya dapat nyirep mendhung yang menutupi jagatnya padepokan.

Awal mulanya terjadi suasana yang mengusik padhepokan tidak nyaman adalah, di sebelah barat dari padhepokan Grastina ada sebuah telaga yang bernama telaga Kumala. Airnya jernih sebagai sumber kehidupan penduduk padhepokan tersebut, mulai pengairan pertanian, kebutuhan hewan piaraan dan keluarga, sehingga telaga tersebut segala-galanya bagi warga di sana.

Ketika Dewi Indradi sedang mandi di telaga pada siang hari, datanglah Dewa Matahari yang bernama Bathara Surya, dia tertarik akan kecantikan Dewi Indradi sehingga terjadi dialog cinta Dewi Indradi dengan Bathara Surya sehingga akhirnya Dewi Indradi diberi hadiah cincin sakti milik Bathara Surya bernama Cupu Manik Astagina.

Dengan Cupu Manik Astagina, Dewi Indradi berubah sikap terhadap keluarga, sehingga Resi Gutomo semakin curiga, apalagi ketiga anaknya sering bertengkar ingin memilik Cupu Manik Astagina. Sang Resi kemudian mengumpulkan istri dan ketiga anaknya untuk memecahkan masalah padhepokan tersebut. Nampaknya Dewi Indradi ketakutan sehingga lebih banyak diam daripada menjawab malah salah.

Resi Gutomo menanyakan pada anak pertamanya Dewi Anjani, apa sebabnya mereka selalu bertengkar, apa yang diperebutkan, lalu Dewi Anjani menunjukkan Cupu Manik Astagina kepada Resi Gutomo, setelah melihatnya, Resi jadi heran sebab Ia tahu bahwa barang tersebut milik Bathara Surya. Kenapa sampai jadi rebutan anaknya, lantas Resi bertanya pada sang istri, asal muasal sampai barang tersebut berada di tangannya.

Dewi Indradi karena takut terbongkar rahasianya dengan Bathara Surya, lebih memilih diam. Setiap pertanyaan tidak dijawab. Akhirnya sang Resi pun marah dan Dewi Indradi disabda menjadi patung dan terjadilah. Ketiga anak Resi menangis dan marah pada Resi karena Ibu mereka sudah berubah menjadi patung. Dijawab oleh Resi,"Ora usah digetuni marga Ibu-mu ngundhuh wohing pakarti,".

Ketiga anak Resi, tetap ngotot ingin memiliki Cupu Manik Astagina tersebut sehingga Resi melempar Cupu Manik Astagina tersebut ke Telaga Kumala dan ketiga anaknya, lari mengejarnya, masuk ke telaga ingin menemukan barang tersebut. Tetapi Guarsa dan Guarsi setelah menyelam dan keluar dari air berubah wujud menjadi seekor kera dengan nama Subali dan Sugriwo dan Dewi Anjani karena hanya cuci muka maka berubah tubuhnya seorang wanita tapi wajahnya menjadi seperti kera. Ketiga anaknya tersebut oleh Resi Gutomo dikatakan,"Wong milik biasane gendhong lali, iku wis jumbuh karo kelakuane,".

Dari cerita ini perlu diingat tentang Ngundhuh Wohing Pakarti serta Wong Milik Nggendong Lali.

- Barang siapa yang menanam dialah yang akan menuai, tetapi barang siapa yang menuai, tidak ikut menanam dialah seorang pencuri

- Orang yang menanam padi, rumput pun ikut tumbuh, Tetapi orang menanam rumput, tidak mungkin padi ikut tumbuh. Artinya orang yang berbuat baik pasti banyak tantangannya, tetapi berbuat kejelekan tidak akan sedikitpun kebaikan akan tumbuh.

- Nampaknya kejahatan akan lebih banyak cara dan lebih bersemangat untuk mencapainya, sehingga wong milik nggendong lali menyebabkan mata menjadi buta dan telinga jadi tuli (mata picek kuping budheg)

- Oleh karena itu, sak beja bejane wong lali isih bejo wong eling lan waspada

- Sura dira jayaningrat lebur dini pangastuti

(Komisi Daerah Lanjut Usia Kab Sidoarjo - Provinsi Jawa Timur)



[Read More...]


0 Kemerdekaan Dalam Angle Pewarta Foto



id.wikipedia.org
Nama Alex Impurung Mendur (1907-1984) beserta saudara kandungnya Frans Mendur, mungkin tidak banyak dikenal generasi muda Indonesia saat ini. Padahal kedua bersaudara tersebut, di samping pelaku sejarah, meski bukan pejuang, mereka merupakan fotografer yang hadir dan  mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
    
Mereka berdua pula yang mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946 di Jakarta. Karya fenomenal mereka adalah foto pidato Bung Tomo yang dipublikasikan pertama kali di majalah dwi bahasa Mandarin-Indonesia bernama Nanjang Post edisi Februari 1947.
    
“Buku pelajaran sejarah di jaman kita remaja mengajarkan bahwa foto tersebut diambil ketika Bung Tomo sedang berorasi untuk membakar semangat perlawanan para pejuang dalam perang 10 November 1945 di Surabaya. Padahal foto tersebut di crop oleh mereka, aslinya biasa saja dan lebih penting lagi, lokasi pengambilan foto bukan di Surabaya melainkan di lapangan Mojokerto dalam rangka mengumpulkan pakaian untuk korban perang Surabaya yang jatuh miskin bertahan di pengungsian di Mojokerto, waktu itu, kota Surabaya masih diduduki Belanda,” ujar Oscar Motuloh, pewarta sekaligus kurator foto (ANTARA) dalam sebuah kesempatan di Surabaya silam.
Frans Mendoer - indonesian-now.blogspot.com

    Di sela-sela deru tembakan, pekik teriakan kemerdekaan serta lumuran darah pejuang republik waktu, fakta di atas bisa jadi bukti, pewarta foto punya peran penting dalam alur sejarah kemerdekaan RI.
    
Oscar Motuloh - gambara.co.id
“Hanya beda angle (sudut pandang), foto Bung Tomo yang semula biasa ketika diambil dari depan, mampu menjadi alat penyebar semangat pejuang waktu itu. Ini artinya, pewarta juga punya peran penting dalam sejarah. Mereka berjuang bukan dengan senjata namun lewat gambar yang dihasilkan dari sebuah foto,” imbuh Oscar.

Selanjutnya, Ia berpesan pada pewarta (wartawan) foto saat ini, untuk terus berkarya dan menangkap momen yang bisa membuat sejarah di masa mendatang. “Ya usahakan terus jepret dan ambil momen yang sekiranya bagus, itu saja,” pungkasnya.

[Read More...]


Followers

 

Visitors

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors