Wah Ternyata...



Wah Ternyata, begitu search "bungsudjatmiko" di search engine Google dengan sejumlah keyword tambahan, eh yang nongol malah nama Budiman Sudjatmiko. Setahu saya, semasa kuliah di Surabaya pernah dengar namanya sebagai aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik). (Yang tahu) kerap dibalik jadi DPR Jalanan. Hasil search engine Google sampai menampilkan aktivis yang sekarang jadi anggota DPR RI itu dalam situs Wikipedia, ada fotonya pula, wah.

Kok almarhum simbah ngasih nama yang hampir mirip, saya dwi (bungsu) sudjatmiko dengan Budiman Sudjatmiko, bukan ingin numpang nama loh di google, kagak ada maksud kesitu, murni ingin menulis dalam blog saja. Dan, mungkin ada ada banyak nama belakang yang memakai kata serupa, mulai Sudjatmiko, Jatmiko sampai Widiatmika.

Yah bersyukur saja, simbah kakung memberi saya nama dwi sudjamiko, dwi anak kedua, kakak saya, anak pertama nama depan Purwo (wiwitan, awal) dan sudjatmiko, dipendekkan jadi Jatmiko, pernah nyari artinya yakni "orang yang bermain di belakang layar" dan profesi yang cocok, politikus atau pendeta, tidak ada lagi, hadeuh, kok cuma dua yang pas.

Wah ternyata (lagi), apakah nama seperti saya ini, sekarang ini di luar sana banyak yang berprofesi menjadi politikus seperti Budiman Sudjatmiko atau sekedar aktif di organisasi di kantor atau komunitas. Dan, mungkin saja ada yang jadi pendeta (spiritualis), who knows?

Kita hanya tahu hari ini, urusan besok sudah kita rencanakan dan usahakan, soal hasil, kata orang barat tergantung luck, bagi saya seperti jawaban dari doa yang kita panjatkan tiap saat.

Apalah arti sebuah nama? Ya jelas ada, kita bisa hidup seperti ini karena ada nama yang difungsikan sebagai penanda semua yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Soal bagaimana nanti, tergantung usaha (titik) yang kita torehkan sekarang ini. Mau jadi seperti Budiman Sudjatmiko, dari Jalanan menuju Senayan, atau seperti saya, anda atau lainnya?

Soal nama, sebagian orang Indonesia sangat mempercayai 'khasiatnya'. Saya pernah dengar perkataan, wah kaboten jeneng arek iki (anak ini keberatan nama) sehingga waktu anak-anak sampai remaja sering sakit-sakitan atau apalah istilah yang membuat namanya harus diganti.

Seperti nama belakang saya, sudjatmiko, ada yang menyarankan diganti saja dengan huruf Z jadi suzatmiko karena Djat mengandung keagungan Tuhan - dzat. Karena saya sering keluar masuk pekerjaan dan selalu menekuni sebuah bidang hanya setengah-setengah, tidak ada yang jadi.

Ada temen yang marah karena ada yang menyarankan saya harus ganti nama bahkan ada yang mengrikitik, itu semua salah saya karena dalam berusaha tidak fokus pada apa yang dikerjakan, pendeknya usaha satu, ya sudah itu saja yang ditekuni. Tapi, sekarang jaman serba mahal, kalau satu usaha bagaimana bisa memenuhi kebutuhan yang mirip bocoran air PAM, ada terus he he he.

Ada pula yang bilang, karena huruf depannya S dari nama Sudjatmiko, karena huruf tersebut, tidak berujung antara awal dan akhir. Lah, bagaimana dengan Z, I atau U. Endingnya harus diruwat, weladalah, apalagi ini.

Dari semua ini, saya teringat perkataan Bapak Bali yang tinggal di kawasan Ngenjung Gianyar, Tidak Ada Manusia yang bisa Mensucikan Manusia lain terkecuali diri Kita sendiri. Artinya, saya buang semua usul ganti nama, ruwatan dsb. Saya tetap berusaha dan coba fokus pada usaha (tekun, tidak ganti-ganti usaha), serta tidak lupa terus bersedekah, baik lapang maupun sempit. 

Tuhan tidak akan merubah nasib manusia jika mereka sendiri tidak berusaha untuk merubah. Nah, di sana tidak ada petunjuk, harus merubah nama untuk merubah nasib. Orang tua saya dulu susah, Ibu staff di Pabrik Sandal di Surabaya sedangkan Almarhum Bapak hanya tukang kayu.

Semasa hidupnya, mereka tergolong kekurangan, berpindah-pindah kontrakan dan alhamdulillah, kakak saya di Bea Cukai sudah eselon (entah tingkat berapa) dan saya pernah di Fak Sastra (sekarang Ilmu Bahasa) Unair, Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, pendeknya, ada lah skill untuk survive (alhamdulillah).

Saya juga teringat bagaimana Lumpur Lapindo menggusur impian Ibu saya untuk memiliki rumah di Perumtas 1, hasil keringat dari tabungan dan tambahan dari kakak (waktu itu saya masih kuliah). Toh, tidak sampai membuat Ibu nama saya merubah nama, karena nama Ibu saya juga berawalan huruf S yakni Siarti.

Sakit, perih, kurangnya hidup, membuat saya paham dan lebih memahami tentang hidup (walau, masih banyak asam garam tanpa msg) yang belum saya alami dan orang tua saya sudah. Mereka sudah pernah jadi tua sedangkan saya, belum.

Ibu saya tidak pernah menyarankan untuk mengganti nama, pesannya sederhana, hidup jujur, sederhana (Sak Madyo), tidak kemilikan barang liyan (tidak gampang tergiur atau tergoda) dengan barang milik orang lain dan berusaha untuk hidup lurus, karena hidup lurus saja sudah banyak masalah apalagi yang menempuh alur zig zag.

Saya sendiri, meski belum punya nama besar seperti Budiman, saya sangat-sangat bersyukur, telah diberi iman sampai sekarang dan oleh Tuhan seluruh aib ditutup oleh-Nya. Maturnuwun sanget Gusti. Sebaiknya jangan ubah apapun yang sudah dibekalkan pada kita semenjak lahir karena itu sebuah anugerah.

Rubah pikiran yang membatasi karena hidup hanya mencari cerita, jangan menangis karena miskin (he he he jadi ingat sticker jadul di rumah kontrakan yang dulu) dan (pesan Bapak Bali), lalui saja semua pasti berakhir. Hidup terlalu indah untuk dilalui dengan penyesalan, menggerutu dsb karena hidup ini sangat ajaib dan indah. Kita bisa bernafas, mendengar, tidak sakit gigi, sehat, bisa menyayangi dan berguna bagi orang lain, sudah sangat sangat cukup, biarlah anak keturunan kita nanti mengukir kehidupan dengan gaya mereka serta dalam naungan Tuhan.





Responses

0 Respones to "Wah Ternyata..."

Post a Comment

Followers

 

Visitors

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors